Genderuwo Penunggu Pohon Trembesi

Kiriman Member : Fadli Hafidz

Sebuah pohon trembesi yang disinyalir sebagai tempat tinggal Genderuwo di tebang oleh warga. Bukan tanpa alasan mereka menebang pohon itu. Mereka sering diganggu Genderuwo penghuni pohon trembesi itu, hingga akhirnya warga berinisiatif menebang pohon tersebut.

Ternyata hal tersebut berbuntut panjang. Genderuwo penghuni pohon tersebut mengamuk, salah satunya dengan menyembunyikan seorang bocah berumur lima tahun. Bocah itu di sembunyikan di kolong jembatan selama dua hari.
Awalnya bocah itu bermain-main di pinggir kali, ibunya sudah memperingatkan agar dia cepat mandi karena hari menjelang petang. Tahu-tahu bocah itu hilang dan tidak pulang selama dua hari. Semua warga mencarinya tapi nihil.

Akhirnya setelah lama mencari, bocah itu ditemukan di sebuah kolong jembatan.Setelah kejadian itu, giliran seorang tukang ojek yang di jahili oleh genderuwo tersebut. Tukang ojek yang biasa mangkal di perempatan desa itu, diperosokkan di tikungan menjelang jembatan. Karena dianggap kejahilan genderuwo sudah di ambang batas dan tak dapat di tolerir lagi. Akhirnya warga berinisiatif ingin "menghakimi" makhluk yang sok usil itu.

Strategi segera disusun. Para sesepuh desa yang dianggap mumpuni dalam hal kegaiban, bermusyawarah bagaimana cara menjerat Genderuwo tersebut agar jera. Untuk menjerat makhluk dari alam astral itu memang tidak mudah, diperlukan alat dan laku khusus. Salah satu bagian sesaji yang cukup langka dan sulit di cari adalah sate kalong (sejenis kelelawar).

"Genderuwo sangat tertarik dengan sate kalong," jelas Mbah Dugel, orang tua yang tahu banyak perilaku makhluk gaib itu. Masih menurut Mbah Dugel dalam sesaji harus juga dilengkapi jajanan pasar, kembang warna-warni, candu, minyak cendana dan ayam cemani hidup. Selain itu Genderuwo biasanya punya orang yang di sayangi (perempuan). Apa yang di sebut terakhir, seorang wanita yang pernah berhubungan dengan Genderuwo penghuni pohon trembesi yang ditebang warga. Maka demi lancarnya prosesi itu, perempuan bernama Irah itu diminta hadir.

Akhirnya upacara menjerat Genderuwo dilakukan malam harinya bertempat di kolong jembatan. Udara malam itu tak cukup ramah, mendung dan gerah. Setelah membakar kemenyan dan mengucap mantra-mantra gaib diantara sesaji, lepas dini hari tanda-tanda kedatangan makhluk gaib itupun mulai terasa. Ada angin semilir dari arah rerimbunan rumpun bambu. Angin itu membawa aura gaib yang kental, sehingga membuat bulu kuduk berdiri. Semakin lama hembuasa angin kian kuat, seolah-olah memporak-porandakan rumpun bambu.

Sekejap kemudian, sekonyong-konyong dari atas tebing meloncatlah sosok bayangan tinggi besar. Bayangan hitam itu berdiri berkacak pinggang, seraya bersuara menggetarkan.
"Siapa yang memasak sate itu?"
"Irah...!" jawab pelaku ritual serentak.
Bayangan itu melangkah mendekati sesaji.
"Dimana Irah?" tanya bayangan itu lagi.
"Dia ada disini!" jawab mereka. Tak ayal, tubuh wanita tengah baya itu langsung menggigil ketakutan. Betapa tidak, makhluk gaib itu sempat membelai rambutnya yang tergerai sebelum mencomot sate kalong. Selebihnya terdengar suara mulut Genderuwo itu mencecap-cecap sate kalong yang tersaji di sajen.

Sebenarnya sate yang jumlahnya cuma tiga tusuk itu, sebelum dimasak telah dilumuri parutan ubi gadung dan rendaman daun kecubung ungu yang sangat memabukkan.
Tak pelak, saat Genderuwo itu keasyikan makan sate kalong, sekonyong-konyong terdengar ia mengerang dan menggelepar. Bumi di sekitar bergetar hebat bak tertimpa longsoran bukit. Orang-orang pun bergegas menyingkir ke atas tebing.

"Aduh biyung...aduh biyung... Sirahku pecah...!" Ujar makhluk gaib itu mengerang-ngerang menahan pening di kepalanya. Ia benar-benar mabuk berat. Tapi sayang, wujudnya tidak nampak hanya suaranya saja yang mengerikan.
"Kamu kapok apa tidak?" tanya Mbah Dugel.
"Kapok, Pak...aku kapok...aku tidak akan mengganggu anak cucumu lagi, Pak!" kata Genderuwo berjanji.
Masih menurut perjanjian malam itu, sang makhluk gaib akan meninggalkan desa menuju ke lautan. Orang-orang merasa lega, dan mudah-mudahan makhluk jahil itu tak datang lagi mengganggu desa mereka.
Aneh, esoknya ketika warga mencermati sesaji di kolong jembatan, ternyat masih utuh. Padahal semalam Genderuwo itu memakan sate kalong. Warga hanya mengangguk ketika Mbah Dugel mengatakan Genderuwo hanya memakan sarirasanya saja, bukan wujud satenya.

Cerita tentang Irah yang berhubungan dengan Genderuwo cukup menarik. Awalnya terjadi ketika wanita yang tak bersuami dan beranak itu mandi di kali. Ia melihat sosok bayangan duduk santai di pinggir kali sambil mengamati tubuhnya. Irah tidak acuh, karena menganggap sosok itu adalah orang yang sedang menunggu giliran mandi. Dengan penerangan cahaya bulan, sosok lelaki itu mengenakan baju hitam dan sarung kotak-kotak. Ketika Irah menyapa, ia mengaku tetangganya.

Setelah Irah pulang ke rumahnya, tahu-tahu pintu depan diketuk orang, saat dibukakan langsung orang itu merangkulnya masuk ke kamar. Tentu saja Irah berontak atas perlakuan yang tidak senonoh itu. Tapi setelah ubun-ubunnya ditiup oleh lelaki itu, seperti kena sihir Irah lemas tak berdaya. Tubuhnya diletakkan di ranjang lalu lelaki misterius itu menggumulinya.
Awalnya Irah merasa ketakutan. Namun, sebagai perempuan normal yang sudah tak memiliki anak dan suami ia menikmati juga permainan terlarang itu.

Sejak itu sang Genderuwo menjadi ketagihan. Di setiap malam jum'at ia pasti datang ke rumah Irah. Anehnya, ketika Irah menanyakan dimana rumahnya, sosok aneh itu hanya mengatakan di pojok lapangan desa. Padahal disana hanya ada pohon trembesi.
Akhirnya setelah satu bulan kisah cinta Irah berakhir.

Sebabnya Irah datang ke seorang Kyai menanyakan apakah ia berjodoh dengan kekasihnya itu. Sepulang dari Kyai ia dibekali bungkusan kecil dan diletakkan di bawah kasur. Entah mengapa, sosok aneh itu langsung terpental ketika akan memasuki rumah Irah. Sejak itu Irah mengerti kalau kekasihnya itu bukan bangsa manusia.